Cara Garuda Bayar Utang ke Kreditur yang Nilainya Hampir Rp 143 Triliun

PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. tercatat memiliki tunggakan atau utang terverifikasi kepada 501 kreditur dengan nilai hampir Rp 143 triliun.

Utang tersebut tersebar di kreditur dengan karakteristik yang berbeda, seperti lessor, vendor perawatan pesawat, BUMN, produsen pesawat, hingga usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan perseroan telah menawarkan sejumlah mekanisme pembayaran utang yang tertuang dalam proposal perjanjian damai.

Proposal itu disepakati mayoritas kreditur dalam pemungutan suara penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).

Untuk kreditur himpunan bank negara atau Himbara, Irfan mengatakan perusahaan menawarkan perpanjangan masa pembayaran utang.

“Untuk BUMN bank, utangnya diperpanjang 22 tahun,” ujar Irfan saat ditemui di kantornya, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, 16 Juni lalu.

Kemudian untuk kreditur dengan kelompok tagihan lebih dari Rp 255 juta, perusahaan akan menyelesaikan utangnya dengan penerbitan surat utang baru bernilai total US$ 825 juta atau setara dengan Rp 12,2 triliun.

Nilai surat itu naik dari penawaran sebelumnya sebesar US$ 800 juta.

Perubahan nilai surat utang ini terjadi setelah Garuda melakukan negosiasi dengan para kreditur.

Adapun surat utang akan diterbitkan dalam jangka waktu 30 hari pasca-homologasi atau pengesahan perjanjian damai oleh pengadilan.

Selain penerbitan surat utang, Garuda bakal right issue atau menambah modal dengan skema hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD).

Perusahaan akan meningkatkan ekuitas senilai US$ 330 juta.

Sedangkan untuk kelompok kreditur dengan total utang di bawah Rp 255 juta, Garuda berencana membayarkan tunggakannya secara langsung.

Musababnya, kelompok kreditur ini mayoritas adalah UMKM.

Dikutip dari situs resmi PKPU Garuda, emiten berkode saham GIAA itu memiliki tagihan yang diakui perusahaan senilai hampir Rp 143 triliun.

Jumlah tersebut tersebar untuk kreditur lessor, non-lessor, maupun kreditur preferen.

Daftar piutang tetap kepada 123 lessor sesuai jumlah yang diakui perusahaan adalah Rp 104,37 triliun.

Kemudian daftar piutang non-preferen kepada 23 kreditur berjumlah Rp 3,49 triliun.

Sedangkan daftar piutang tetap untuk lebih dari 300 kreditur non-lessor berjumlah Rp 34,09 triliun.

Angka ini sesuai dengan tagihan yang diakui oleh perusahaan.

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Tinggalkan Balasan